detikTravel bersama Mapala UI mengeksplor Kabupaten Pegunungan Arfak dalam rangka Ekspedisi Bumi Cendrawasih 2018. Berbagai cerita menarik saya dapat dari sejumlah warga di sana, salah satunya dari pendatang yang bekerja sebagai pedagang.
Namanya Imam Saputro (25), ia adalah pedagang keliling dari Demak. Ia sudah 3 tahun berjualan di Anggi.
"Putus kontrak di Demak lalu ditawari kerjaan keluarga. Sebelumnya tidak boleh orang tua untuk pergi ke Papua Barat. Tapi saya memutuskan pergi dan kerja pertama kali di toko sepatu di Prafi," kata dia.
Inilah awal dari perjalanannya. Ia tekun mengumpulkan modal untuk membeli motor agar bisa berjualan di kabupaten di atas awan, Pegaf. Modal nekatlah yang membawanya sampai ke Anggi.
"Medannya parah. Terjungkal sendiri di jurang sebanyak 5 kali. Pernah ditembak dan dipalak 3 bulan lalu. Pernah dikejar orang kampung Penibut karena masalah sepele yaitu tidak memberi jajan ke anak yang nangis saat berlangsungnya ibadah gereja," jelas Imam
"Lalu saya dikejar 4 orang memakai parang. Kejadian itu masih di daerah Pegaf juga. Ada juga memalak, yang diminta barang bukan uang," imbuh dia sambil tertawa.
Peluh hingga air mata tak dirasakan Imam. Ia pernah merasakan perjalanan yang terbilang menghabiskan tenaga, yakni saat menaiki tanjakan yang amat terjal dengan medan berbatu yang sulit dilalui.
Tak hanya itu, Imam pernah memungut barang dagangannya saat ia hanyut melewati sebuah sungai yang debit airnya sedang naik. Sungguh perjuangan, karena ia salah perhitungan saat melewati sungai itu.
"Saat itu jualan barang saya lepas, lalu saya nuntun motor Jupiter itu. Walau sudah ganti gear di oversize tetap tak bisa nanjak," kata dia.
Duka yang ia rasakan membuahkan hasil. Setelah berjualan keliling selama 3 tahun, ia bisa membangun rumahnya sendiri di Demak, Jawa Tengah.
"Senangnya itu pas ramai jualan kita ya senang. Pas natal jualan petasan. Banyak terjual karena dana otsus turun," ucap Imam.
Meski di pegunungan, Imam mampu mendapat penghasilan sebesar Rp Rp 8-9 juta per bulan. Bahkan saat sedang ramai dan di saat Natal dan tahun baru ia mengaku bisa menghasilkan Rp 40 juta.
Imam punya trik khusus saat jualan. Trik itu yakni skill naik motor yang mumpuni dan bermental baja. Kampung yang biasa di datanginya pun antimainstream, yakni terletak di pucuk-pucuk gunung, namanya Monut, Bingoyut, Hink, hingga Demaisi.
"Kalau yang jualan pakai motor sekarang dua orang dari Jawa dan sekitar 48 orang berasal dari Toraja," pungkas dia.
Sebagai gambaran, para pedagang yang memiliki warung atau toko di Kabupaten Arfak didominasi pendatang dari Toraja atau Makassar. Satu lagi pedagang di sana yakni pedagang keliling yang menggunakan motor. Mereka menjual berbagai kebutuhan pokok hingga makan ringan.
Kabupaten Arfak berada di ketinggian 1700 mdpl. Beragam potensi wisata alam ada di sini, mulai dari danau kembar, pengamatan burung dilindungi, kupu-kupu, hingga budaya lokal yang masih terjaga.
Setelah detikTravel merasakan perjalanan panjang selama kurang lebih 7 jam dari Manokwari hingga kota Kabupaten Pegunungan Arfak memang cukup melelahkan. Hal itu dikarenakan medannya terbilang berat karena hanya bisa dilewati mobil 4X4.
Cerita seru Kabupaten Pegaf akan ada di artikel selanjutnya. Tunggu ya! (msl/aff)
https://travel.detik.com/read/2018/09/05/164628/4198990/1519/perjuangan-pedagang-di-pegaf-masuk-jurang-hingga-ditembakBagikan Berita Ini
0 Response to "Perjuangan Pedagang di Pegaf, Masuk Jurang Hingga Ditembak"
Post a Comment