Jalur menuju Tanjung Ga'ang ini pada mulanya beraspal cukup lebar membentang membelah persawahan hijau yang ada di Bawean ini. Beberapa menit jalur menyempit dan berubah menjadi paving block dan tak lama setelah itu jalur tanah mulai menghiasi sepanjang jalur.
Kami berhenti dahulu untuk mampir ke salah satu rumah penduduk yang kebetulan mempunyai perahu yang biasa disewa orang orang yang ingin menuju Tanjung Ga'ang. Karena memang untuk menuju Tanjung Ga'ang ada 2 opsi.
Yang pertama adalah memakai motor, karena jalur kesana sudah cukup jelas dan aman. Dan yang kedua bagi yang ingin melakukan Cliff Jumping di Tanjung Ga'ang harus menyewa sebuah perahu, karena memang akses ketika sudah terjun kebawah satu satunya hanya dengan perahu.
Tebing-tebing karang tajam dan terjal tak mungkin kita daki untuk kembali ke atas bukit. Satu-satunya opsi yang cukup aman adalah adanya perahu yang siap menunggu di bawah tebing, dan setelah melakukan cliff jumping perahu tersebut akan mengantarkan kita menuju bibir pantai yang memungkinkan untuk perahu bersandar.
Karena keadaan laut yang saat itu sedang surut mau tak mau hanya kapal berukuran kecil yang sanggup mengantarkan kami. Hanya 5 orang saja yang dapat dimuat, oleh karena itu kami hanya memilih orang yang benar-benar berhasrat dan punya keberanian untuk terjun cliff jumping di ujung tebing Tanjung Ga'ang.
Akhirnya aku, Fita, Dika, dan Ujang saja yang akan menaiki perahu dari tepian kampung. Kawan-kawanku yang lain akan dipandu Mas Kaha menuju Tanjung Ga'ang menggunakan motor. Ombak memang tak begitu tinggi sore itu, namun tetap saja mampu membuat perahu kecil ini terombang ambing, sesekali ombak pecah ketika menghantap sisi depan dari perahu yang dibuat meruncing.
Sedikit was was memang ketika menaiki perahu sekecil ini namun bayangan Tanjung Ga'ang yang ada di depan sana menjadi penyemangat tersendiri. Penasaran seperti apa yang namanya Tanjung Ga'ang.
Air nampak berubah menjadi hijau toska begitu kapal mendekati Tanjung Ga'ang, air pun nampak sangat jernih sehingga karang karang cantik yang ada di bawah permukaan air dapat langsung kita lihat dari atas perahu.
Karena memang air saat itu sedang surut, perahu yang kami tumpangi pun nampaknya tak sanggup untuk mendekat ke bibir pantai. Karena sebaran karang yang terlalu luas dan ditakutkan akan merusak karang-karang indah itu nantinya jika kami tetap memaksakan perahu untuk menuju bibir pantai.
Dari bibir pantai ini perjalanan selanjutnya adalah harus melewati bukit bebatuan karang dengan batu batunya yang sangat tajam. Di jalur ini kita sangat dituntut untuk ekstra hati-hati dalam melangkah. Karena kontur bebatuannya yang tak rata ditambah dengan lubang-lubang yang siap membuat kaki bahkan tubuh kita terjatuh ke bawah.
Suara ombak yang memecah karang pun terdengar seakan memberi salam kepada kami untuk segera bisa merasakan kesegarannya di bawah. Oleh karena itu aku, Dika, Fita, Ujang dan Priyo segera berjalan ke arah kiri menuju bongkahan batu besar yang menjorok langsung ke lautan lepas.
Bak papan lompat di sebuah kolam renang, batu inipun menjadi tempat yang sempurna untuk para penantang adrenalin melampiaskan hasratnya. Dari kejauhan Mas Kaha pun mengacungkan jempolnya ke atas, memberi kode bahwa tempat ini memang tempat yang benar untuk melakukan cliff jumping.
Begitu sampai di tepian tebing aliran darah mulai berdesir, tekad yang tadinya bulat perlahan runtuh begitu melihat tingginya jarak tebing dengan permukaan air laut di bawah sana. Keringat dingin pun menetes perlahan di kening.
Bagaikan anak kecil bertemu tempat bermain, dan tanpa takut akhirnya Dika pun meloncat turun. Dengan kecepatan kencang dan hanya beberapa detik saja, byurrrr.. Dika pun masuk ke dalam air, sepersekian detik kemudian kepalanya muncul dan berseru kegirangan.
Melihat Dika yang berhasil melompat ke dalam air dengan aman akhirnya keberanianku kembali muncul. Aku coba untuk melangkah menuju ujung tebing. Semilir angin lembut membelai tubuh ketika kaki sampai tepat di bibir tebing yang sudah tak berbatas.
Tiba tiba kaki gemetar melihat betapa tingginya tempat ini. Aku hirup udara dan aku hembuskan pelan pelan sembari menguatkan tekad. Dan inilah waktunya, kaki aku sentakkan dengan kencang dan tiba tiba detak jantung seakan berhenti, rasa ngilu terasa di ubun-ubun kepala hingga akhirnya tubuhku menyentuh air. Byuuurr!
Beberapa saat aku coba rasakan kedalaman hingga akhirnya kepala keluar menuju permukaan, menghirup udara, dan merasakan detak jantungku kembali berdetak. Adrenalin yang terpacu perlahan normal seperti adanya. Sungguh sensasi yang luar biasa.
http://travel.detik.com/read/2018/05/20/124500/4022814/1025/cliff-jumping-yang-bikin-deg-degan-di-baweanBagikan Berita Ini
0 Response to "Cliff Jumping yang Bikin Deg-degan di Bawean"
Post a Comment