Sejak berdirinya Kota Jayakarta tahun 1527 silam, telah ada lebih dari seribu nama kampung hadir di Jakarta. Di mana dalam prosesnya , ada yang tinggal jadi kenangan dan berganti dengan nama baru.
Bahkan di tahun 1960, Jakarta juga mendapat julukan 'Big Village' atau kampung besar dikarenakan memiliki jumlah kampung yang jauh lebih banyak dari kotanya yang hanya terdiri dari 5 kota saat itu.
Pada peta Batavia antara tahun 1897-1910, diketahui ada sekitar 200 hingga 500 kampung. Jumlah dan nama kampung pun terus bertambah dan silih berganti seiring perkembangannya kini.
Sejarah kampung di Jakarta itu pun dikupas tuntas dalam acara bertajuk 'Pameran Toponomi Wall of Frame Sejarah Betawi' di Pasar Seni Ancol dari tanggal 14 Juni - 17 Agustus 2018.
detikTravel pun turut hadir dalam diskusinya yang digelar hari Minggu kemarin di Gedung NAS, Jakarta (1/7/2018). Turut hadir Candrian Attahiyyat selaku Arkeolog Universitas Indonesia (UI) dan Abdul Chaer selaku ahli bahasa.
![]() |
Diungkapkan oleh Abdul Chaer, kampung yang ada di Jakarta sedikit banyak tercipta karena penjajah Belanda yang banyak mendatangkan berbagai suku bangsa ke Batavia saat itu.
"Nama kampung ini sudah ada sejak VOC, soalnya dia mendatangkan suku bangsa ke Jakarta yang khusus," ujar Abdul.
Misalnya saja kampung yang terdiri dari orang Bugis di Kelurahan Pejaringan, Kampung Arab di Pekojan, Kampung China di Glodok dan lain sebagainya.
Dalam prakteknya, tak sedikit juga kampung yang diberi nama sesuai karakteristik suatu tempat hingga geografisnya.
"Kampung Rambutan, Dukuh, diduga banyak rambutan atau dukuh. Di daerah bekas Sarinah itu kampung 5. Bekasi ada kampung 200, Kranji ada kampung 2," ujar Abdul.
Ditambahkan oleh Candrian, setiap nama kampung memiliki arti hingga kearifan lokal yang tidak sembarangan. Ada riwayat juga di baliknya. Misalnya, mau tahu kenapa Bidaracina suka banjir?
"Dulu ada namanya Legok, sekarang daerah sekitar Bidaracina (Jakarta Timur). Legok itu artinya cekungan atau lebih rendah. Dinamain gitu karena rendah, dulu suka banjir," ujar Candrian.
Pernah juga, Candrian dan timnya kala itu diberi mandat untuk memberi nama di daerah Kebayoran. Ia pun memilih nama tokoh Betawi Benyamin Sueb yang memang lahir tak jauh dari situ.
"Jadi nama baru. Jalan Benyamin Sueb, dulu runway. Tribut itu nggak jauh dengan lokasi Benyamin lahir," jelas Candrian.
Dalam prosesnya, tak sedikit nama kampung di Jakarta yang mulai berubah. Candrian pun menjelaskan, bahwa perubahan nama kampung tak perlu dirisaukan. Namun, nilai dan kearifan lokalnya yang perlu dijaga.
"Bagi saya kehilangan sebuah kampung jangan dirisaukan banget, tapi perubahan budaya kultur kekerabatan, toleransi tinggi, kepedulian tinggi lalu hilang dengan suasana baru kampung susun. Jangan sampai seperti itu," ujar Candrian.
Faktanya, tak sedikit kampung di Jakarta yang mulai berubah jadi rumah susun. Misalnya rumah susun Tambora yang ramai oleh korban kebakaran Tambora dan masih banyak lainnya.
Dinamika sejarah kampung Jakarta dan namanya itu pun sangat menarik untuk disimak sebagai bahan pembangunan di masa depan. Begitu juga dengan konteksnya dalam wisata sejarah Jakarta. (wsw/fay)
http://travel.detik.com/read/2018/07/02/130155/4093869/1519/nama-kampung-di-jakarta-ternyata-menyimpan-cerita-dan-rahasiaBagikan Berita Ini
0 Response to "Nama Kampung di Jakarta, Ternyata Menyimpan Cerita dan Rahasia"
Post a Comment